HARAPAN

Sebuah makhluk tak kasat mata yang dapat mengantarkan seseorang kepada dua terminal yang berbeda. Jika ia berjalan di atas jalan kebenaran maka akan mengantarkan kepada keselamatan. Sebaliknya, jika ia menempuh perjalanan di atas jalan hawa nafsu maka akan mengantarkan kepada kehancuran. Semua orang tentu saja mempunyai harapan baik harapan hidup layak, harapan mendapat rezeki, dan sebagainya. Bahkan daam agama kita diajarkan untuk raja' yakni selalu berharap untuka mendapatkan ridho-Nya agar kita selamat dunia dan akhirat.

Selama 17 tahun hidupku di dunia ini aku selalu punya harapan entah itu serius atau hanya sekedar pengharapan terlintas belaka. Ketika kecil mungkin aku berharap mendapat mainan baru, uang saku tambahan baru dari abi, pesangon lebaraan dari sanak famili, punya kekuatan super atau mendapat kesenangan-kesenangan anak kecil lainnya. Beranjak agak besar harapanku berubah, mendapat ranking, mendapat sepeda baru, punya banyak teman, punya geng, bahkan sampai punya pacar juga pernah.

Tentu saja tidak semua harapan yang pernah aku inginkan semuanya berjalan di atas jalur kebenaran yakni agama Islam. Contoh yang paling kongkrit dan sangat aku sesali dan kujadikan pelajaran berharga adalah keinginanku untuk mempunyai seorang pacar. Aku samapai sekarang tidak habis pikir kenapa waktu SD sampai-sampainya punya pemikiran seperti itu. Sungguh dungunya aku kala itu.

Aku tidak tahu pasti kapan aku pertama kali merasakan "perasaan" itu mungkin sekitar akhir kelas 5 mau naik ke kelas 6 SD di sebuah SD negri di daerah Sidoarjo. Namun, yang aku masih ingat adalah perjumpaan pertama dengan orang itu. Ketika itu gengku sedang "tarung" dengan geng cewek dalam permainan benteng-bentengan dan rata-rata setiap anak cowok dari gengku punya gebetannya masing-masing di geng cewek itu kecuali beberapa termasuk aku. 

Tidak disangka-sangka dalam sebuah momen aku merasa tertarik dengan salah satu dari mereka yang kebetulan masih belum ada yang punya (Maaf kalo bahasanya agak menjijikkan maklum mencoba menceritakan masa-masa jahiliyah yang paling aku sesali sekaligus syukuri) dan setelah ngobrol-ngobrol mulailah aku melakukan PDKT terhadap anak itu. Misi ini kumulai dengan meminta nomor hapenya kemudian meneror dengan sms yang anonim karena dia nggak tahu nomorku dan berlanjut hingga pada suatu sore ketika aku masih menyapu lantai rumah sekaligus ber-sms ria dengannya, saat itulah kami memutuskan untuk jadian melalui sms (freak banget ya?). Tak tahu pasti apakah aku ahli PDKT atau emang dianya gampang mau wkwkwkwk yang jelas mulai sore itu kami resmi pacaran (emang siapa yang  ngeresmiin?) 

Kisah cinta monyet berlanjut hingga kelas 6 bahkan lulus. Dalam masa-masa pacaran itu kami nggak pernah janjian ketemuan, boncengan berdua, keluar berdua, makan berdua, jalan berdua, dan hal-hal yang wajarnya dilakukan oleh anak yang pacaran (mungkin masih kecil atau bagaimana tapi aku juga nggak tahu). Tapi kami rajin sms-an, tanya kabar, udah makan belom, bangun, lagi ngapain dan serentetan bullshit lainnya dengan cengengesan kegirangan karena bisa sms-an dengan pacar (ini yang aku rasain).

Memasuki masa SMP aku melanjutkan ke sebuah Islamic Boarding School di kota Malang dan kamipun menjalani masa LDR (long distance relationship)  hingga suatu saat ketika aku kelas 7 akhirnya dia minta putus. Karena aku sudah mulai mengerti mudharatnya pacaran akhirnya dengan cepat aku mengiyakan permintaan tersebut. Namun, kalo nggak salah dia pernah minta balikan tapi aku tolak karena au sudah mulai mempuyai prinsip-prinsip yang aku pegang yang salah satunya nggak mau pacaran.

Jadi, apa hubungannya judul "Harapan" dengan tulisan di atas yang malah curhat pengalaman percintaan pribadi? Hubungannya adalah bahwa harapan yang berjalan di atas hawa nafsu yang dalam hal ini aku gambarkan dengan harapan untuk saling mencintai dalam pacaran hanya akan membawa pada kesengsaraan. Ambil contoh, saat aku menjalani pacaran rasa was-was dikhianati, fokus pikiran hanya tanya kabar si doi, sakit hati kalo doi deket cowo lain, gampang cemburu, dsb adalh sebuah bentuk KECIL dari kesengsaraan.

Oleh karena itu, dalam membuat pengharapan sudah sehrusnya kita berlandaskan kepada kebenaran yakni Islam sebagai ideologi kita sebagi seorang  muslim. Buat apa sangat berharap sesuatu yang malah menjerumuskan kita kepada jurang api neraka? Maka sejujurnya kau masih nggak bisa menerima jalan pikir orang yang masih mau pacaran terkhususnya kao orang tersebut akhwat. Apakah mereka tidak merasa dirugikan dan direndahkan kehormatannya sekaligus kehormatan ibu-bapaknya?

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search